Rabu, 05 Januari 2022

Kau yang hanya singgah? Atau aku yang terlampau sungguh?

 



05 Januari 2022



Setelah 7 tahun aku memutuskan untuk tidak membuka hati, 31 Oktober aku mulai menjalin hubungan kembali dengan seseorang. Berawal dari perkenalan di dating apps berawalan T. Sekitar tanggal 20 an oktober aku menemukan dia. Setelah aku rasa "nyambung", tanpa babibu aku mengajaknya keluar untuk bertemu. Menurut saran dari beberapa teman, bahwa laki-laki sebaiknya menjemput langsung ke rumah, akhirnya aku mengiyakan saran tersebut. Si dia, sebut saja fifi awalnya agak menolak soal menyusul tersebut, namun akhirnya dia setuju karena mamanya minta agar menyusul ke rumah. Aku menyusul sampai rumahnya. Singkat cerita kita pergi ke suatu mall di kota S. Karena aku bego dalam kencan, hal yang paling umum adalah mengajak nonton dan makan. Sepanjang kita jalan, semua baik-baik saja. Bodohnya, aku langsung saja mengajak dia untuk photobooth, hal yang sangat tidak umum di date pertama. Dan si Fifi mengiyakan saja. Date berakhir sebelum isya, aku mengajak dia pulang. Itu karena aku ga mau bawa anak orang terlalu malem pikirku polos. Satu minggu, kami isi dengan chat dan telpon ketika malam. Mungkin karena aku kehabisan topik, atau mungkin dia sudah bosan karena tidak ada topik yang dibahas. Minggu berikutnya aku mengajak dia keluar dan itu menjadi kali terakhir aku bertemu dengannya. Hari ke 12, dia minta udahan dengan berbagai alasan. Pertama, aku terlalu baik, kedua dia merasa tidak pantas untuk siapapun, ketiga ingin membahagiakan keluarganya. Aku yang sudah terlanjur nyemplung, sakitnya bukan kepalang. Mendengar hal itu, sebagai laki-laki yang dewasa dan sedikit bego/polos, aku memercayai semua alasannya. Apakah aku langsung bisa move on? Tentu tidak! Wkwk. Beberapa hari aku masih chat dia, menanyakan apa kabarnya, melihat foto profil WA nya. Aku masih rindu saat itu. Aku masih memikirkannya waktu itu. Sekali lagi, emang bego. 

Sebulan berselang, aku melihat foto profilnya dengan cowok lain, dan aku yakin itu bukan bapaknya. Atas dasar alasan-alasan yang dia sebut sebulan sebelumnya, sangat tidak mungkin dia mewujudkan semua hal itu bersamaan, mustahil. Atau dengan satu dugaan yang aku yakini, dia berbohong. Dusta. Wajahnya yang imut itu sangat tidak pantas dengan image pendusta. Tapi kenyataannya, dia pendusta. Aku merasa bego dan terlalu polos. Lalu aku berkonsultasi dengan temanku yang berpengalaman. "Cewek yang seperti itu memang banyak san, harus hati-hati. Dia yang berparas biasa saja juga banyak diluar sana, tipe wanita brengsek". Mendengar hal itu aku menjadi sangat sangat kecewa. Harapanku agar dia bahagia menjadi sedikit kumodifikasi menjadi "tetaplah bahagia dengan sifat dustamu, jangan berubah". Temanku yang berpengalaman di dating apps T itu pun juga melakukan hal yang sama. Tidak baper meskipun pacaran, karena dia tahu, ujung-ujungnya juga akan sakit hati. Kepada audha fitrah aul. Kenapa ga jujur dari awal, mungkin sekarang aku ga sesakit ini. Aku kecewa, dan sampai kapanpun tidak akan memaafkan. 

Sabtu, 18 September 2021

Many Fails

      "Mohon maaf mas, gak bisa lanjut ya" begitu kata dokter atau perawat yang memeriksa gigiku di tes kesehatan mediska surabaya. Sedih sih. Tapi apa iya aku bilang "ya gak bisa gitu dong dok!, gigi saya kan gak ada yang hitam" ?. Gak kan!? Maka hati harus menerima meskipun berat. Gak kaget juga di setiap perjuangan yang dilakukan manusia pasti tidak berbuah. Hal yang biasa. Aku sudah kebal dari dulu. Mulai dari ditolak SNMPTN dan SBMPTN 2014, STAN, UGM, dan UNAIR. Aku pernah merasa aku dan otakku baik-baik saja. Hingga akhirnya aku mengalami kegagalan-kegagalan tersebut. Aku merasa betapa bodohnya aku hanya karena tidak bisa menang dengan pertarungan otak. Padahal sudah 12 tahun aku bertempur, ternyata aku bukan apa-apa. Seperti itulah gambaran pemikiranku saat itu. Tapi sekarang aku sudah terbiasa bersembunyi dalam kepalsuan untuk tujuan yang baik. Yaitu untuk memberi tahu bahwa aku baik-baik saja, dan aku tidak mau dikasihani. Tersenyum dan memberikan kesan kepada orang lain bahwa "Aku benar-benar baik-baik saja".
      Setelah 4 tahun aku menempuh studiku di jenjang strata ini, aku kembali dihadapkan dengan kegagalan. Bukan karena proses studinya, melainkan karena proses setelah menyelesaikan studi. Benar, setelah lulus aku harus bagaimana. "what's next?" sambil merasa khawatir bahwa harapanku terlalu berlebih. Aku memilih jurusan yang aku tempuh karena memang aku melihat lulusan dari studi ini banyak dicari, dan ilmunya memang sangat dibutuhkan untuk kegiatan bertahan hidup selain makan, minum, dan berkembang biak. Apa?. Berkembang biak juga hal yang penting loh!. Sudahlah, aku tidak mau membahasnya lebih dalam. Intinya aku mencari passion di jurusan ini. Muda dan suka meraba-raba jalan mana yang harus dituju. Ya, ini bukan passion awalku. Passion awalku adalah seni, menulis, musik, sketsa, dan hal seni lainnya kecuali air seni. Tapi takdir bertingkah seakan-akan aku adalah budak mereka, "Gak, sandi, kamu harus ke jalan ini biar hidup kamu lebih baik". Oke, aku turutin, meskipun nantinya akan salah, aku bisa mengatasi itu setelahnya.

Sambat

Keluarga dari ibuk punya riwayat kanker. Hal tersebut mengisolasi kekhawatiran dalam diriku. Bagaimana jika aku punya anak, lalu ketika anak itu belum cukup besar, kemudian nyawaku direnggut karena kanker. Aku tidak ingin keturunanku mengalami kepedihan yang sama dengan yang dialami adikku. Juga keluarga. Apapun itu, aku kecewa dengan bapak. Bapak tidak mengenyam pendidikan sebail aku, sehingga ilmu dan mentalnya tidak cukup kuat diterpa kecerdikan kehidupan perkotaan. 

Aku kadang mencoba untuk menelusuri informasi tentang arwah bunuh diri. Mencoba mencari pembenaran akan tindakan tersebut di dunia maya. Aku malah menemui gambaran azab dan segala macam keburukan atas keputusan tersebut. Jadi anak pertama menyebalkan, harus dipaksa lahir dan mengganti rugi atas kehidupan yang tidak ingin aku jalani. Membayar segala bentuk kegagalan karena aku. Bukan inginku lahir di dunia. 

Bagaimanapun aku sudah mencurahkan isi hati kepada Tuhan lewat doa. Tapi, imanku belum setebal dan setinggi itu, aku perlu wadah yang "nyata". Harus kutuangkan sebagai bentuk cerminan diriku di masa depan. 

Sabtu, 31 Juli 2021

 

31 Juli 2021/ sabtu 11:49

 

Belakangan ini aku suka membaca buku bergenre fantasi. Tunggu sebentar, sensasi pencetan keyboard di laptop Toshiba L645 ini sudah mulai terasa asing. Aku sekarang lebih sering memencet balok-balok keyboard computer di kantor. Syukurlah aku sudah diterima bekerja di suatu perusahaan pelayaran kapal di kota Surabaya sejak 15 April 2021.

Berbicara soal topik awal yang seharusnya lebih awal dibahas ketimbang pekerjaan baruku, aku mulai menggali minat baca yang sudah lama terkubur. Mungkin lebih tepatnya terakhir aku menyingkap minat itu ketika aku duduk di sekolah dasar. Pada hari itu semua guru wali kelas SDN Wates 3 Mojokerto mewajibkan murid-muridnya untuk membeli buku di basar buku yang akan diselenggarakan keesokan harinya. Aku sangat antusias ingin membeli buku mungil bertemakan cerita nabi. Sebelum kami membeli buku-buku itu, masing-masing anak diberikan selembar kertas buram yang bentuknya agak panjang berisikan judul-judul buku yang akan di jual di basar besok. Lantas esok harinya kami cukup memberikan lembar “wishlist” tersebut ke penjual dan membayarkan uang sesuai harga dalam list tersebut.

Akhir-akhir ini minat itu muncul kembali. Aku  keheranan menebak dari mana asal motivasiku ini. Mungkin karena kesepian dikos atau mungkin mencari kesibukan dikala liburan yang bisa saja aku pakai untuk rebahan seharian sampai badan lelah dengan sendirinya. Menimbang hal tersebut, akhirnya kuputuskan mencari buku dengan genre yang aku suka. FIksi. Mungkin karena lelah melihat kenyataan yang memuakkan dan teori yang aku rasa buat apa untuk dibaca. Aku mulai menaruh minat baca kepada buku fiksi yang luwes, menghibur, dan menemani. Syarat-syarat tersebut juga diucapkan oleh tere liye di video sesi Tanya jawab mengenai tipe-tipe buku yang bagus itu seperti apa. Penulis sekaligus akuntan itupun menjawab bahwa ada 3 jenis buku yang bagus. Salah satunya adalah buku yang menemani dan menghibur. Buku pertama yang mulai aku baca adalah Bumi karya Tere liye, yaitu buku pertama dari seri bumi itu sendiri. Rasanya seperti memasuki dunia perkartunan lokal dengan sedikit bumbu-bumbu kekuatan super ala boboiboy dan harry potter. Bahkan aku agak kesulitan membayangkan pintu loteng yang bisa ditarik sampai serendah kaki sehingga kita tidak perlu repot-repot naik. Menarik. Kemudian dilanjutkan dengan buku bergenre misteri, Penance karya Minato Kanae. Berdasarkan review dari booktuber, buku ini memiliki kesan misteri dan memberikan sentuhan magis berupa perasaan tidak enak setelah membaca. Psikologi misteri, menarik. Setelah dibaca, bumbu parenting yang seolah memanggil kenangan-kenangan buruk semasa kecil yang mungkin pernah dialami banyak orang termasuk aku, memberi catatan “parenting yang baik” harus seperti apa. Seolah menebalkan do dan don’t ketika menjadi orangtua kelak. Kemudian berlanjut dengan Girls in the dark karya akiyoshi rikako, buku dengan genre yang sama dengan Penance hanya saja disini plot twistnya dobel dan cukup gila. Entah kenapa, semua kegilaan yang dimiliki sisi gelap manusia semakin menarik perhatianku. Quotes yang paling aku ingat ada di halaman 242 “semakin dia imut, aku ingin rahasia itu semakin busuk” mirip-mirip dengan pemikiran ko ching teng kepada shen chia-yi di film Taiwan “you are the apple of my eyes” yang hampir dihukum karena tidak membawa buku. Sekarang sedang ada di Halaman 237 di buku Six Of Crows – Leigh bardugo. Buku genre fantasi dengan suasana 179 derajat berbeda dengan seri Bumi. Belum bisa komentar banyak karena masih tersisa kurang lebih 400 halaman dan ongoing baca.

Selasa, 30 Maret 2021

Solo Hiking Tektok Gunung Pundak part 1

Di kejauhan aku melihat beberapa anggota TNI dan Polisi sedang menjaga pita perpaduan warna kuning dan hitam sambil bergantian mengayunkan tangan. "Ada apa ini, masa pengen liburan aja susah banget". Setelah kampas rem mengeluarkan bau karet yang dibakar setelah mengecap turunan curam, kini aku harus menghadapi kenyataan bahwa jalan menuju pos perijinan ditutup. Setengah kesal sambil menahan emosi agar nada bicaraku tidak tinggi, aku memberanikan nyali untuk mencoba menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Ternyata aku terperangkap dalam prasangka, Polisi dan TNI yang sedari pagi tadi berkumpul ternyata hanya mengatur arus jalan dan jalanan menuju pos perijinan tidak ditutup. Pita kuning hanya sebagai ganti pembatas jalan agar terlihat di kegelapan malam. Setelah bertanya, kemudian bapak dari kesatuan yang dipanggil ABRI dulunya bertanya balik kepadaku "Mau kemana, mas?", "Mau ke gunung Pundak, pak". Bapak itu pun heran setengah bingung "Emang ada gunung disini? Setahu saya gunung cuma ada disitu" Seraya menunjuk arah barat menuju gunung Penanggungan. "Ada kok pak, dijalur ini gunung Pundak namanya" Sambil menunjuk jalan yang aku kira ditutup. 

Singkat Cerita setelah aku mengucapkan salam ingin melanjutkan perjalanan dengan motor maticku, aku langsung memelintir stang gas, naik menuju pos perijinan yang letaknya kurang lebih 1,5 KM lagi. Aku naik via Pos Pundak, naik lagi dari pos pendakian puthuk siwur. Tujuanku puncak Pundak, dan aku tidak mau mengambil risiko melalui pos Puthuk siwur karena sebenarnya jalur ini masing-masing berbeda meskipun bisa saja lewat sana. 

Sampai di parkiran aku melihat hanya dua orang saja di basecamp seperti gubuk serba rotan dan kayu. Mas penjaga yang meladeniku registrasi ulang memakai topi bucket ala-ala rapper. Ohiya untuk tarif masuk kawasan Tahura soerjo gunung Pundak dikenakan Rp. 12.500 dan Rp. 15.000 dihari weekend. Aku berangkat tanggal 16 Maret 2021, tepatnya hari kedua weekday. Parkir motor 5 ribu dan mobil 10 ribu. Biaya simaksi 14.000 dan harus mendaftar dan mencetak kertas registrasi online sebelumnya, jadi harus persiapan dari rumah ya. Kemarin aku lihat hanya 7 orang saja termasuk aku yang akan naik hari ini. Memang benar selama diperjalanan naik aku bertemu 2 orang pendaki yang hendak turun. 4 orang lainnya baru aku temui ketika aku turun. 

Selasa, 23 Maret 2021

Uncertainty

 Rabu, 24 Maret 2021


Hari ke-24 aku menyandang posisi pengangguran terdidik. Kegiatanku minggu pertama dan kedua sangat aktif untuk ikut webinar, pelatihan online dan mengapply pekerjaan melalui situs online jobstreet. Memasuki minggu ketiga aku mulai menaiki gunung pundak. Naik gunung adalah salah satu rencana besarku selepas resign dari pekerjaan. Aku ingin naik gunung semeru sebelum akhirnya aku disibukkan kembali dengan pekerjaan kantoran. Semoga ibu pertiwi merestui. Rencananya minggu depan aku ingin memperbaharui lembar sertif toefl prediction di kampusku dulu. Semoga saja bisa 500 ke atas. 

Hari-hari kuhabiskan dengan 1/3 mereview materi bahasa inggris dan materi akuntansi yang dibutuhkan ketika tes kerja. Ada rencana juga untuk belajar soal TPA untuk CPNS. Tapi aku psimis untuk ikut karena data kependudukanku yang rancu. 

Sejujurnya ada rasa sedikit trauma dengan leader sebelumnya, karena tidak semua leader seperti itu, tapi kenapa giliran aku malah dapat yang seperti itu. Aku mampu mengerjakan pekerjaan dengan baik, hal tersebut terbukti selama 1 Tahun 6 bulan aku bertahan dengan baik disana. Terlihat baik-baik saja dari luar. 


Semoga lekas mendapat pekerjaan baru. Aamiin. 

Minggu, 14 Februari 2021

Anxiety

 Minggu, 14 Februari 2021


Sedari tadi maghrib hujan angin mulai menghempaskan percikan air ke atap dan tembok luar kos-kosan. Sedari hari ini juga kepikiran kalau besok udah senin. Sabtu adalah hari libur yang sesungguhnya.

     Kalau aku bertahan, aku tidak sanggup menampung sedikit kebencian yang nantinya akan menenggelamkanku kedalam kekalutan emosi. Berniat untuk cuti pun aku sangat sangsi karena setelahnya kerjaanku akan menumpuk dan membuat stress mark yang sama seperti sebelum aku cuti. Mencari kerja pun aku juga harus memecah fokus karena mencuri waktu kerjapun harus memperhitungkan waktu yang terbuang untuk mengerjakan pekerjaan yang harus diselesaikan hari itu juga. 

    Terlepas dari ketidakbetahan itu. Aku juga berundi pada nasibku setelah keluar dari sini. Aku lebih yakin keluar daripada bertahan. Take some legit rest. 

   Tidak seperti temanku Adi yang satu divisi. Aku tidak ada jangkar untuk tetap membuatku bertahan disini. He have motivation here. I am not at all. Everything so plain. 

    Setelah semua effort yang aku jalankan dan feedback yang tidak terlalu baik. I am so disappointed. Karena aku melihat banyak sekali pegawai tetap yang pekerjaannya kurang baik tetapi dipertahankan dan bahkan aku lebih heran kenapa diangkat menjadi pegawai tetap sedangkan aku dan temanku Adi, tidak. 

   Semoga dipertemukan dengan pekerjaan yang lebih baik.