Selasa, 12 Maret 2019

Satu Minggu di dalam Mimpi (Ongoing)

Rabu, 6 Maret 2019

        Degup jantungku tidak berhenti ketika aku mengingat dia yang sudah ada pemiliknya. Lebih tepatnya dia pacar orang lain. Ini akhir cerita yang sangat tidak kuinginkan tapi ini terjadi. Berawal dari mana perasaan ini seakan menjadi misteri dari mana datangnya.

        Cerita ini berawal dari dosen pembimbingku yang mengumumkan sebuah pemberitahuan di chat grup bimbingan skripsi, bahwa beliau membutuhkan 5 orang untuk ikut serta dalam pekerjaan audit review di suatu tempat di Blitar selama 10 hari. Segera setelah melihat pemberitahuan itu, aku langsung menghubungi beliau melalui japri yang isinya aku berminat untuk ikut serta dalam pekerjaan tersebut dan beliau pun menyetujuinya. Alhamdulillah dalam hati, akhirnya ada pekerjaan juga disela-sela pembuatan skripsi pikirku hehehe.
        Keesokan harinya dosen pembimbingku memberitahu bahwa sudah ada 9 orang yang bersedia ikut dalam pekerjaan tersebut. Sedikit terkejut dan juga khawatir karena semakin banyak orang yang terlibat maka semakin sedikit pula fee yang akan dibagi pikirku hehehe. Tapi gapapalah itung-itung untuk pengalaman dan mengisi kekosongan. Beliau pun mengajak kita ber-9 untuk meeting yang pertama sebagai perkenalan siapa-siapa saja yang akan ikut, meskipun nama-namanya sudah beliau cantumkan di grup chat tersendiri yang diberi nama tim review yang dibuat oleh salah satu temanku dalam tim.  Aku excited banget untuk meeting pertama ini sekaligus penasaran tentang bagaimana pekerjaan ini secara detail, job desc., akomodasi dan lain sebagainya.
        Pagi-pagi aku sudah memberi tahu temanku yang juga ikut dalam timku untuk pergi bareng nyari alamat tempat meeting yang direncanakan di soto pak wawan. Pokoknya jangan sampai telat pikirku, karena ini bukan kuliah yang jamnya ngaret, ini adalah pekerjaan yang menyangkut soal profesionalitas, awalnya kupikir begitu. Tapi yang namanya ekspektasi, kadang tidak sesuai dengan harapan. Singkat cerita, sampailah aku di tempat meeting bersama temanku dengan mengemban amanah dari dosen pembimbingku bahwa siapapun yang datang di tempat meeting lebih awal, dia yang menyiapkan tempat makan. Dan disinilah aku, yang menyiapkan 11 kursi meeting sekaligus makan. Jam 8 lebih sedikit, 3 wanita sudah datang, aku kenal dengan satu wanita, tetapi tidak mengenal yang lain, sama sekali, sangat asing, dan yang lebih membingungkan lagi, mereka memakai masker, jelas sekali susah dikenali apalagi dengan hijab itu. Kemudian satu demi satu berdatanganlah teman-teman rekan tim review termasuk dosen pembimbingku yang agak telat dikarenakan beliau sebelumnya baru saja mengajar kelas pagi. Jam setengah 10 semuanya sudah berkumpul kecuali satu nama dalam list, dikarenakan dia naik kereta dari luar kota dan sedang menuju lokasi meeting.
          Saat meeting, beliau menjelaskan mengenai apa itu review audit, job desc. kami hanya mencocokan data fisik dengan data yang ada di sistem, serta jika ada temuan atau transaksi aneh, segera dicatat. Hmmm, baik kedengarannya menantang pikiriku. Penginapan, akomodasi, transportasi, semua beliau yang menanggung, kami hanya memikirkan pekerjaannya saja. Jarang-jarang ada kesempatan yang seperti ini pikirku. Setelah sedikit penjelasan dari beliau dilanjutkan dengan perkenalan, meskipun aku akhirnya lupa nama dari beberapa teman satu timku, hehehe. Kemudian diakhiri dengan pembelian tiket yang akan dijadwalkan hari Senin, 25 Maret 2019.
         Senin, jam 04.00 WIB, aku terbangun, aku panik, karena malam tadi, kami dalam tim review berdiskusi tentang mekanisme berangkat yang dijadwalkan jam 5 pagi. Aku terlambat pikirku, langsung saja aku masukan beberapa perlengkapan pribadiku, aku sangat terburu-buru, sampai aku lupa membawa handuk mandiku hehe. Hingga akhirnya jam 04:37 aku dijemput oleh teman-teman satu timku di meeting point, sebut saja mereka, Bagus, Rangga, dan Soni, mengendarai mobil bersama ayah Rangga yang menemaninya menyetir. Sampai di stasiun Baru jam 04.50 WIB, nyaris saja, hingga membuat dosen pembimbingku berpikir untuk membeli tiket lagi dari calo jika saja kami terlambat datang ke stasiun, hahaha. Kulihat ada total 11 orang, 3 dosen dan 8 mahasiswa, satu orang temanku terlambat dikarenakan dia dalam perjalanan dari luar kota, hmm aku tidak terlalu mengingat jumlahnya, tapi aku mencoba mengingat satu demi satu nama dan wajah mereka khususnya yang wanita karena kebanyakan bahkan semuanya aku belum terlalu kenal.
         Aku duduk di kereta dengan nomor 18B/C aku agak lupa, didepanku ada 3 wanita satu rekan tim reviewku, sebut saja mereka Vika, Ingga, dan Fina. Di sampingku ada Soni dan Ami. Sementara sisanya termasuk dosenku ada dalam satu bagian bangku yang terpisah. Dalam perjalanan aku hanya diam saja, didepanku ada Fina yang sebelumnya tidak pernah kujumpai di jurusanku, dia memakai masker, aku malah makin tidak mengenal, yang jelas dia baru kujumpai, begitu juga dengan Vika. Sisanya Ingga dan Ami aku pernah satu kelas tapi tidak terlalu banyak perbincangan bahkan tidak pernah berbincang-bincang dalam kelas. Sementara, di bangku temanku dan dosen-dosen ramai dengan candaan yang membicarakan kehidupan kampus dan pribadi teman-temanku, sampai pada akhirnya si Soni dipanggil oleh dosenku karena ada satu bangku kosong yang tersisa dan si Soni "diadili" disana untuk dijadikan bahan olahan perbincangan hahaha.
        Sampailah aku, di stasiun kemben, yang letaknya di antara kota M dan B jam 08.47. Setelah beberapa menit kemudian dosenku, sebut saja Bu Ita, mengajak kami untuk sarapan bersama. Wah kebetulan sekali aku jarang sekali bisa sarapan. Dengan senang hati aku mengikuti ajakan beliau. Akhirnya setelah beberapa menit mencari tempat untuk sarapan akhirnya kami menemukan warung Mak Nem, nama tidak aku samarkan untuk menghargai jasa beliau yang sudah menghidupi cacing-cacing kami yang layu disaat pagi hehehe. Lalu ada pesan WA masuk, Dia adalah temanku satu tim tadi yang tidak bisa datang menuju stasiun kereta, Rizal namanya. Dia akhirnya mengendarai motor dari Surabaya menuju rumah sakit ini.
        Setelah makan kami langsung menuju ke RS tempat kami nantinya akan melakukan audit review. Disana kami dibawa menuju ruang aula sambil menunggu karyawan-karyawan disana menyiapkan ruang meeting untuk kami sekaligus ruang meeting untuk kami. Tidak terasa sudah jam 12 siang, meeting berakhir lalu dosenku mengajak kami lagi, untuk makan siang bersama. Wow. Menjumpai sarapan dan makan siang dalam satu hari adalah hal yang sangat langka ku temui. Makan siang dengan menu mie ayam biasa, es teh hangat. Singkat cerita, kami sudah melakukan beberapa pekerjaan, dan tidak terasa sudah jam 5 sore saja. Waktunya pulang tanpa lembur, karena lemburnya buat besok, karena ku lihat disana tadi, dokumentasinya cukup banyak.
        Dilanjutkan dengan perjalanan menuju kos yang sudah disediakan oleh mas Dana dan mas Ari. Mereka adalah Programmer yang bekerja di tempat yang nantinya akan kami review audit yaitu sebuah rumah sakit swasta di daerah kabupaten kemben. Kosnya enak banget, sejuk, suasananya tenang, mixing antara Bali dan Jogja dalam segi arsitekturnya, ada joglonya juga buat sekedar ngobrol-ngobrol soal kerjaan. Hanya saja kekurangannya adalah tydac ada WIFI. Kamarnya ada dua, ukuran 3x3 mungkin, sebenarnya ada tiga, tapi kami cowok-cowok tangguh memilih uintuk satu kamar berlima biar rame dan enak ngobrolnya. Ceweknya ada 4 dalam satu kamar. Aku baru sadar kalau kamar yang cewek, meskipun sebelahan sama kamar cowok, tapi memiliki fasilitas yang berbeda. Seperti adanya kipas, TV, ranjang tempat tidur, sedangkan kami malah sebaliknya. Ya, mungkin memang sebaiknya begini, tanpa kipas angin pun aku sudah menggigil diatas kasur.
       Setelah beberapa menit menata bagian masing-masing pakaian dan tempat tidur, aku yang pertama mandi dan merasakan dinginnya mata air daerah perbukitan itu. Kamar mandinya kebetulan di dalam kamar. Rasanya cukup membuat gigiku bergetar saling beradu hingga beberapa menit setelah aku selesai mandi. Malam itu jam 10 malam aku sudah berangkat menuju ke alam mimpi. Sangat capek rasanya.
      Aku mendengar temanku sedang bercanda, hingga suara mereka masuk ke dalam mimpiku. Sontak aku tertawa, karena candaan mereka. Aku tertawa terbahak-bahak. Rangga tiba-tiba meninggikan suaranya dan berteriak "Loh, itu kenapa Sandi ketawa-ketawa sendiri!!" setengah nada takut. Diapun langsung menekan tombol lampu kamar yang semula mati. Diikuti teman-temanku juga yang setengah tertawa dan berteriak tapi tidak sekencang teriakan yang biasanya, pelan. Aku masih tertawa karena melihat mereka berempat ada dalam satu kasur sedangkan aku di kasur sebelahnya sendirian dan tidak ada yang berani satu kasur denganku karena aku tiba-tiba tertawa. Mungkin dikiranya aku kesurupan atau apa. hahaha.
       Keesokan harinya, mereka menceritakan seluruh kejadian itu kepadaku, aku hanya bisa berpura-pura bahwa aku tidak sadar agar imajinasi mereka semakin menjadi-jadi. Pagi jam 7 lebih kami ber 9 ditemani mas Dana berangkat dari kos menuju tempat kerja sambil mencari tempat sarapan. Akhirnya kami kembali menuju Mak Nem, dengan menu andalannya Pecel. Aku masih penasaran, bagaimana hari kerja ini akan ku lewati, setelah kemarin sepertinya aku merasa tidak cocok dengan teman satu divisiku, karena aku merasa dia terlalu kekanankan. Dia yang kumaksud adalah Ingga. Oh iya, aku belum menceritakan pembagian tim review audit di rumah sakit ini. Yang pertama aku, Fina, dan Ingga ada di divisi siklus Kas Masuk. Rizal, Vika, dan Ami ada di siklus kas keluar, sisanya Rangga di bagian penginputan data, Bagus di Aset tetap, dan Soni bagian persediaan. Kami ditempatkan disatu ruangan sebagai pihak auditor independen. Viewnya bagus. Ada sawah dan pegunungan, sama seperti gambar yang biasa aku buat di waktu SD, hahaha.
        Aku tidak cocok dengan Ingga, pikirku. Karena selalu saja ada kesalahpahaman meskipun hanya satu atau dua kata yang kulontarkan, tetapi dia menelan perkataanku dan membalasnya dengan maksud yang lain. Fina, dia hanya diam, dan membantu seperlunya saja, dia baik dan pendiam, kadang tersenyum. Aku lebih nyaman bekerja dengan Fina ketimbang dengan Ingga. Hal tersebut kurasakan hingga akhirnya, kami bertiga menemukan pembahasan yang menyatukan frekuensi kami. Aku akhirnya bisa mengimbangi pembahasan dan guyonan mereka. Jadi ternyata hanya masalah penyesuaian waktu. terimakasih waktu.
       Perbedaan antara Ingga dan Fina masih kurasakan. Ingga kadang kurasa lebih dominan, tidak mau diatur, agak usil, dan kadang bersifat lembut yang seperti anak perempuan yang ingin dimanja oleh ayahnya. Dari situ aku mulai agak jaga jarak dengan Ingga, karena selain dia punya pacar, dia juga kurasa tidak cocok denganku. Fina, banyak ketawanya, kadang senyum. Aku becanda yang receh saja dia tertawa, aku pun juga ikut terttawa. Fina kunilai inisiatif sekali kalau membantu. Atau jika aku minta tolong dengan dia, dia segera membantuku. Biasanya aku selipkan canda biar dia gak bosen dengan kerjaan seperti ini, niatnya biar dia bisa bantu agak lama. Kalau Ingga ku mintai tolong, beda lagi ceritanya, apalagi dengan raut RBF nya itu, hahaha. "Mana lagi, san yang belum?" Kata Fina. "Oh ini fin, bisa bantu ngga, ngurutin tanggal yang ini?". Dari hal-hal kecil kami jadikan bahan bahasan, candaan. Aku masih baik-baik saja saat itu. Aku melihat dia seperti kembaranku, Karena selain namanya ada di namaku, kepribadian kami juga sama. Jadi aku rasa dia nyambung kalo diajak ngobrol A, B, dan seterusnya. Iya, akhirnya aku menemukan diriku dalam bentuk perempuan. Aku juga baru tau kalau dia sudah punya pacar. Aku agak terkejut karena yang aku lihat, dia memakai Hijab secara syar'i, yang terlihat hanya wajah dan telapak tangannya saja. Tapi kenapa dia mau punya pacar?. Sudahlah itu bukan urusanku. Saat itu masih baik-baik saja. Aku masih baik-baik saja. Sampai keesokan harinya, Anggap saja namaku Sandi Afinathan, si Bagus nyeletuk "Fi, Fina, Finathan" sambil ngeliatnya ke aku dan fina. "Anjir, apaan si gus". Si Fina hanya bilang "Iya" hahaha, aku jadi ketawa gara-gara ekspresi polosnya, begitu juga dia melihatku dengan ekspresiku. Dari situ si Bagus semakin menjadi-jadi ngecengin aku sama Fina. This is so uncomfortable. Tapi aku dan Fina masih baik-baik saja dikala itu, aku masih bisa bercanda dan ngobrol soal pekerjaan dengan baik-baik saja dengan dia. (To Be Continued...)